Kamis, 10 April 2014

Etika Seorang Pemimpin



PERILAKU PEMIMPIN DALAM MEMBANGUN BANGSA DARI SEGI AGAMA
Nama : Muhammad Harun Rosyd
NIM : 13130028


Dikumpulkan untuk tugas mata kuliah Kewarganegaraan

ILMU PERPUSTAKAAN D3
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................................................  1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................    2
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                                                                    3            
BAB II KAJIAN LITERATUR.................................................................................................... 6
1. Etika Abad Kedua Puluh (Franz Magnis-Suseno)............................................................... 6
2. Nilai Etika Aksiologis (Max Scheler)................................................................................... 7
3. Membangun Moral Masyarakat yang Sedang Berkembang (Fathimah Usman).................. 8
4. Kepimpinan dan Keorganisasian (Imam Moerdjiono)........................................................ 9
BAB III PROBLEM dan PEMBAHASAN.................................................................................. 11
1. Pengertian Nilai dan Moral............................................................................................. 11
2. Etika Dalam Membangun Negara.................................................................................... 12
3. Antusiasme Pemimpin yang Bermoral............................................................................ 14
4. Membangun Negara Berdasarkan Nilai-Nilai Agama......................................................... 17
5. Menjadikan Pemimpin yang Berakhlak........................................................................... 18
BAB IV PENUTUP                                                                                                                                                     19
DAFTAR PUSTAKA      
                                        



















KATA PENGANTAR
Bismillahir rahmanirrahim,
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada penulis sedikit ilmu untuk menulis makalah ini meski belum sempurna. Tak lupa juga seiring salam kami haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kejahiliyahan ke zaman yang penuh terang benderang saat ini.
Penulis menyadari sedalam-dalamnya, bahwa makalah ini masih jauh dari harapan penulis untuk mewujudkan apa yang penulis harapkan ke depannya lagi akan tetapi justru karya ilmiah ini ditulis dalam keadaan yang penuh kesibukkan, maka kiranya patut saya banggakan. Kekurangan dan kekhilafanyang terdapat dalam tulisan ini saya harapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendorong dan selalu membuat penulis berinspirasi menemukan ide-ide diluar dugaan. Di tengah-tengah kesibukkan ini penulis mencoba mengangkat judul: “PERILAKU PEMIMPIN DALAM MEMBANGUN BANGSA DARI SEGI AGAMA”. Kiranya dapat memberikan manfaat dan berharap untuk terus berkembang. Dan merupakan cambuk tersendiri bagi penulis untuk meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas terhadap karya-karya lainnya.
Akhirnya, karya ini penulis serahkan kepada Allah SWT dan pembimbing yang telah memberikan materi sesuai dengan makalah yang ditulis ini.
Yogyakarta, 14 Maret 2014

Penulis,




BAB I
PENDAHULUAN
Di dunia ini sangat jarang pemimpin yang punya komitmen tinggi menjunjung nilai-nilai dasar pancasila. Sehingga, yang terjadi adalah banyaknya ketidaknyamanan di negeri pulau. Mulai dari bencana alam, bencana buatan, sampai bencana tiruan yang menjurus kearah perpolitikan Indonesia sekarang ini yang sedang carut-marutnya segala sistem yang telah menjadi keputusan bersama. Oleh karena itu, tidak heran jika ada calon presiden dan wakil presiden jika tidak pas dalam arti tidak beretika, mungkin kursi pemerintahan sudah lenyap dilahap bencana.
Sebagai contoh, banyaknya bencana yang melanda negeri bumi pertiwi ini sering diadakannya gelaran siraman rohani akbar dimanapun tempat. Baik di ibukota maupun di pelosok. Tidak jelas apa yang menyebabkan negeri ini penuh dengan duka, darah bercucuran, nyawa melayang hingga pemutasian jabatan karena penggelapan uang rakyat. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah apakah yang menyebabkan bencana ini terjadi? Apakah karena pemimpinnya ataukah masyarakatnya yang kurang etika dan moral, sehingga Tuhan mengirimkan peringatan-Nya kepada kita? Apakah ini benar tanda-tanda kiamat sudah dekat?
Baiklah ada beberapa hal yang harus kita ketahui disini sebagai salah satu penyebab dari kesemuanya yang terjadi di negeri tercinta ini. Yaitu, kurangnya etik dan moral di dalam diri kita masing-masing dalam melakukan segala sesuatu dan tidak menerima hasil yang telah kita kerjakan, dalam hal ini kita biasa sebut “bersyukur”. Terbukti bahwa setiap kali kita melakukan suatu pekerjaan dan semuanya berjalan lancar sesuai rencana, kita lupa untuk mensyukurinya.
Di negeri ini roda pemerintahan bisa dikatakan “sistem aneh” saling sikut dan saling menjatuhkan tidak tanggung-tanggung mulai harta benda sampai kode etik dan moral pun jadi korban retaknya roda pemerintahan. Hal yang sangat penulis soroti adalah kode etik dan moral yang mendasar. Di zaman globalisasi ini mencari pemimpin yang bersih, baik, dan jujur serta fleksibel sangat susah. Maraknya perbedaan pendapat di kursi pemerintahan akan memaksa berbagai elemen dewan melakukan resuffhle UU bahkan UUD’45 kemungkinan bisa terkena imbasnya. Maka jangan heran kalau sistem di Indonesia sekarang menuju keambang kehancuran. Mereka mengubah berbagai keputusan sesuai kepentingannya bukan seiring perkembangan zaman.
Bahkan, masyarakat ikut meramaikan jalan untuk menuntut tingkah laku pemimpin. Bagaimana pemimpin menentukan keputusannya, dan bagaimana janji-janji ketika saat pemilihan dulu? Apakah mereka sedang terlena dengan jabatannya? Ataukah mereka sedang memenuhi kewajibannya sebab itu merupakan tuntutan masyarakat? Hakikat seorang pemimpin adalah memimpin manusia. Dalam upaya menunjang kesuksesan seseorang didalam melaksanakan tugas kepemimpinannya serta untuk meningkatkan efektivitas kepeimimpinan, seseorang pemimpin dituntut mampu memahami seperangkat teori tentang kebutuhan manusia (Imam Moedjiono, 2002:21). Jadi untuk menjadi seorang pemimpin yang berkarakter pemimpin itu susah-susah gampang. Serta bagi masyarakat jika ingin memilih pemimpin yang “bersih, adil, jujur, dan tanggung jawab”, harus mengenal terlebih dahulu mulai dari latar belakangnya sampai pada visi dan misinya.
Hal yang terpenting adalah bagaimana kita mencari/menemukan pemimpin bersih jurdil serta tanggungjawab terhadap tugas-tugasnya? Jadi dalam mencari pemimpin berkarakter itu harus memahami kebutuhan akan masyarakatnya terlebih dahulu.  Dalam hal ini menurut Fred Luthan terdiri atas tiga unsur yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goal) (Imam Moerdjiono, 2002:21). Seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat  yang komitmen, konsisten dan berkesinambungan agar tujuan tercapai. Kemudian menurut Keith Davish (Thoha, 1983) menggambarkan sifat-sifat itu sebagai kecerdasan, kedewasaan, dan keleluasaan, hubungan social, motivasi diri dan dorongan berprestasi, serta sikap hubungan kemanusiaan (Imam Moedjiono, 2002:39). Bagaimanapun pemimpin serta para pembantu pemimpin harus mampu menganalisis berbagai kebutuhan masyarakat.
 Kita tahu bahwa kebutuhan masyarakat sekarang ini sangatlah beragam, akhir-akhirnya saking banyaknya kebutuhan yang ingin dicapai maka tidak dipungkiri lagi sistem yang telah berjalan kembali menuai perubahan seiring kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, sistem yang dimainkan guna mengontrol segala aspek kebutuhan tidak berjalan mulus. Memang sangat susah jika kita harus mengedepankan hanya satu hal saja. Dan harus diakui, ketika semua kegiatan berjalan bersama maka tidak bisa dielakkan lagi terbenturnya antar kepentingan yang sedang kita jalankan. Pemimpin sering sekali memutuskan perkara yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum. Pemimpin cenderung memberikan amnesti kepada kelompok tertentu karena mereka telah memilih, atau biasa kita sebut dengan ‘pilih kasih”. 
Nah, sebagai masyarakat kita tidak bisa semena-mena menghukum para pemimpin. Ketika seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat tertentu, maka kita tidak harus berunjuk rasa turun ke jalan. Sehingga jalan-jalan protokol itupun harus macet.Dapat dilihat dari segi positifnya kita sebagai masyarakat mendapatkan keuntungan dan segi negatifnya, pemimpin dalam mengambil keputusan terkesan “pilih kasih” dengan pendapat yang diusulkan oleh pihak lain. Penulis dapat menyimpulkan memang setiap insan mempunyai pendapat yang berbeda serta pengambilan keputusan yang berbeda karena budaya lokal kita juga berbeda. Tetapi, intinya kan sama, yaitu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Hanya saja, dalam penyampaian serta pengambilan keputusan sedikit berbeda. Terlihat bahwa komunikasi antara pemerintah dengan rakyatnya seakan ada penghalang beton yang bertebalkan ribuan mil jaraknya. Sehingga terjadi retaknya hubungan romantis rakyat dengan pemerintah hanya kurangnya informasi dari pemerintah yang tidak aktual serta pengaruh terhadap kehidupan masyarakat tetap menuai kontroversi.
Terusnya, kita sebagai masyarakat harusnya lebih jeli dan pintar dalam menentukan seorang wakil rakyat. Kita tidak bisa memilih wakil rakyat seenaknya, tetapi kita harus mengetahui rekam jejak calon wakil rakyat terlebih dahulu. Ironisnya, sekarang sistem perpolitikan di Indonesia semakin memburuk dan frustasinya partai politik dalam memilih wakilnya untuk maju ke meja pemerintahan. Banyaknya artis-artis yang ikut mencalonkan diri sebagai wakil rakyat menimbulkan anggapan bahwa politik di Indonesia sedang mengarah ke titik jenuh. Kurangnya pengetahuan tentang ilmu politik menjadi salah satu bukti bahwa politik Indonesia menuju kearah titik jenuh.
Menurut kajian islam, seharusnya pelaku politik harus berkomitmen pada tanggung jawabnya. Jika mereka tidak punya etika maka mereka harus diistirahatkan dari tugasnya. Hukum di Indonesia pun menjadi sasaran utama bagi pelaku pemimpin bermata korup, bagaimana seorang korup bisa lolos begitu mudah dari jeratan hukum? Apakah hukum di Indonesia hanya diperuntukkan untuk masyarakat biasa? Bagaimana dengan pemimpinnya? Andaikan saja, jika kita mempunyai pemimpin seperti itu tidak akan sangat bahaya sekali sehingga dapatmengganggu dan merusak tatanan perpolitikan Indonesia dan kehidupan masyarakat bahkan dapat mencoret etika kebudayaan luhur bangsa indonesia sendiri.


BAB II
KAJIAN LITERATUR
1.      ETIKA ABAD KEDUA PULUH (Franz Magnis-Suseno)
Bagaimana kita merasakan sesuatu barang yang berharga, akan tetapi kita tidak mengetahui berapa harga barang itu. Di kehidupan kita jelas sesuatu yang berharga itu diukur dengan nilai. Bagaimanapun bentuk wujudnya, kualitas maupun kuantitasnya, maupun dari segi lainnya jika kita ingin meninjau suatu barang, pasti kita tidak akan menyadari bahwa yang kita lakukan tinjauan terhadap benda itu dengan “nilai”. Nilai merupakan tolak ukur bagi suatu benda yang mempunyai standar kualitas dan sejauh mana benda itu akan dipandang oleh pengamat atau peminat.
Dengan demikian jelaslah bahwa, emosional itu akan sangat berpengaruh bagi pandangan kita menentukan dua pilihan. Perasaan dan akal kita akan dituntut untuk berfikir, mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga kita akan menemukan jalan yang benar-jalan yang kita harapkan. Dalam konteks negara kita, etika dan moral belum terlihat dan mengakar pada pemimpin ataupun partai politik yang mengusung calon wakil rakyat di kursi panasnya. Jadi, jangan salah kalau ada slogan “Pemilu 2014: Saatnya Menghukum Partai Korup”. Maksudnya adalah menghakimi dan menuntut kewajiban kinerja partai politik serta visi dan misi yang diusung baik parpol maupun calon wakil rakyatnya.
Banyak sekali baik partai atau calon wakil rakyat sekarang mengobral janji dengan seenaknya memberi sesuatu dalam berbagai jenis dan bentuk sumbangan. Yang dikhawatirkan masyarakat Indonesia dalam segi politiknya kita dapat menganalisis, rata-rata calon wakil rakyat menjajakan uangnya untuk membeli suara dan setelah itu mereka mengeruk habis-habisan kekayaan negara untuk mengembalikan modal minimumnya. Dimanakah dan dikemanakan janji para politisi, serta punyakah di dalam hati mereka “hati nurani”?. Jawaban setiap pandangan mesti berbeda dengan satu sama lain, baik itu dari kalangan politisi maupun kalangan rakyat minoritas atau mayoritas.



Di Indonesia, seharusnya sistem politiknya sudah menjadi susatu sistem yang baku dan dapat dicontoh oleh negara-negara maju lainnya. Mungkin ada dua masalah yang menurut penulis itu adalah sesuatu yang dasar dan harus disosialisasikan. Pertama, bagaimana Indonesia yang sebesar ini belum bisa menjadikan sistem politik yang baik?. Apalagi Negara Indonesia adalah negara islam terbesar di dunia? Kedua, apakah sistem politik di Indonesia ini hanya sebagai ajang “kreasi manggung” tapi masyarakat belum pernah sama sekali “memanen” hasil pemilu ini?
2.      NILAI ETIKA AKSIOLOGIS Max Scheler
Di dalam kehidupan hiruk-pikuknya dunia nyata ini tidak akan lengkap jika kita tidak menilik dari segi nilai. Nilai yang ada di dunia ini sungguh sangat memprihatinkan dalam berbagai penafsiran, penempatan serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Max Scheler berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi terlebih dahulu). Tidak tergantungnya kualitas tersebut tidak hanya pada objek yang tidak di dunia ini (Paulus Wahana, 2004:51). Scheler sangat menekankan bahwa nilai-nilai itu bersifat apriori.
Maksudnya, apa arti sebuah nilai, misalnya enak, jujur, atau kudus, kita ketahui bukan karena suatu pengalaman, secara aposteriori, melainkan kita ketahui begitu kita sadar akan nilai itu (Magnis-Suseno, 2006:16) Yang dimaksud kualitas nilai yang tidak bergantung adalah tidak selamanya nilai itu ada pada objek dan berubah pada barang seiringnya perkembangan zaman. Sebagai contoh warna merah akan selalu merah jika tidak ada yang mempengaruhinya. Akan tetapi, kita tetap mengetahui suatu barang akan bernilai jika barang tersebut mempunyai kualitas yang baik. Jika benda yang kita anggap itu tidak bernilai maka benda tersebut belumlah memiliki sebuah nilai.
Dalam pendekatan aksiologis, Max Scheler mengemukakan etika dan nilai pada umumnya, yang menggambarkan etnis dari kesadaran dan eksistensi. Dan Max berharap membuat aksiologi yang tahan terhadap kritik-kritik relativisme pada umumnya, dan sains yang bersifat behavioris pada khususnya (Paulus Wahana, 2004:28). Terlihat bahwa, nilai tidak hanya dipandang dari segi materialnya akan tetapi dari perasaan atau instuisi seseorang. Emosi, kesenangan, dan depresi salah satu dari berbagai ekspresi pandangan kita terhadap nilai. Emosi akan timbul jika seseorang mengetahui barang yang menurutnya itu adalah bagus atau buruk.
Seberapa kekuatan nilai yang akan kita ekspresikan pada suatu barang itulah yang menurut Max dianggap pandangan subyeknya. Berbeda dengan kajian obyek menurut Max, pada obyeknya berarti kita mengetahui berbagai persoalan barang yang akan mengantarkan kepada kita apa itu arti nilai. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita harus menghargainilai, tidak terkecuali pengertian dari segi filsafat tentang nilai. Jadi, kita untuk menuntun diri kita ke arah baik dan buruk, maka kita harus mengetahui hakikat nilai terlebih dahulu.
3.      MEMBANGUN MORAL MASYARAKAT yang SEDANG BERKEMBANG Fathimah Usman
Menurut buku yang saya baca untuk menjalankan sistem pemerintahan yang beroriatasi dan berdasarkan asas-asas serta nilai-nilai Pancasila maka perlu pondasi cukup dan kokoh. Ibarat kita akan membangun bengunan gedung yang cukup kuat dan kokoh serta dapat melindungi insan didalamnya, yang pertama kita lakukan adalah membangun pondasi. Dimana podasi ini tidak bisa berdiri jika tidak dilandasi dengan niat. Akhirnya kita akan menemukan berbagai masalah yang timbul akibat dari kurangnya salah satu pokok pengaman yaitu pondasi.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana kita akan membangun gedung yang kokoh dapat melindungi dan  rakyatnya? Menurut GBHN, bahwa manusia adalah sebagai modal dasar pembangunan Indonesia yang dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif dan menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang (Fathimah Usman, 1981:2).
Manusia sebagai modal dasar pembangunan harus mempunyai sifat-sifat tegas dan berkomitmen serta bertanggung jawab penuh atas segala kinerja yang diembannya. Nah makanya kita sebagai rakyat biasa kita berani mengevaluasi berbagai dampak pemerintahan seseorang karena kita sama-sama manusia yang banyak kekurangan serta saling melengkapi diantara satu sama lainnya. Maka dirintislah aparatur Negara pada zaman PELITA III, guna mengawasi serta mengevaluasi kinerja pemerintah yang dianggap baik atau buruk. Itu ditentukan saat pelaksanaan atau pun dalam bentuk hasilnya.Tanpa mengurangi arti dari pada pengawasan terhadap aparatur negara yang telah ada, maka pengawasan yang paling efektif adalah pengawasan terhadap diri sendiri yaitu pada hati nurani (Fathimah, 1981:3). Sebab kita tidak mungkin untuk mengawasi segala sistem pemerintahan selama 24 jam. Dengan kesadaran tinggi kita akan merasa sangat diawasi, karena kita mempunyai hati nurani.
Jadi pemimpin menurut agama adalah pemimpin yang mempunyai dedikasi tinggi, bermartabat, berakhlakul karimah, serta mau melayani apa yang dibutuhkan masyarakatnya. Sehingga, dengan sendirinya ia akan lebih focus pada tugasnya serta tidak merasa terbebani urusan keduniaan yang berwawasan pada kebutuhan individu, kelompok atau etnis tertentu.
4.      KEPEMIMPINAN dan KEORGANISASIAN Imam Moedjiono
Menjadi seorang pemimpin nomor satu itu adalah hal yang sangat lumrah bagi manusia. Dan kita semuanya ingin menjadi yang nomor satu dari berbagai segi dan pandangan. Tapi kita tidak bisa semau kita dengan menjajakan uang untuk menjual diri kita sebagai pemimpin. Toh, yang mau membayar dan menerima diri anda itu siapa jika hanya dengan propaganda belaka.Kadang-kadang para pemimpin itu cerdik sekali dalam perolehan suara. Dan kita bisa mengira-ngira, bahwa yang duduk sekarang adalah pejabat-pejabat yang berbual kinerjanya. Bisa dianalisis, sebagai contoh pejabat A adalah anggota potlitik A atau pengurus politik A. Sedang pejabat B adalah lawan politik A dari politik B dan atau pengurus politik B. Sehingga segala kemungkinan antara pejabat A dan B saling sikut untuk mementingkan politiknya.
Naasnya, jika salah satu pejabat A atau B mengkhianati kelompok atau partai politik yang mengusungnya. Ini merupakan salah satu masayang ada di dunia perpolitikan Indonesia. Ilustrasinya seperti ini, jika ada kandidat dari kelompok A yang ingin maju menjadi wakil rakyat sedangkan kelompok B adalah verifikatornya jadi berkas-berkas yang masuk ke tahap verivikasi bisa jadi dimanipulasi oleh B dengan cara bermacam-macam agar calon dari kelompok A gugur. Nah, sperti itulah gambaran sistem politik “nakal”.
Melihat dari kacamata islam, pemimpin ideal mempunyai nilai-nilai kepemimpinan, yaitu teoritik, ekonomis, estetik, sosial, politis, dan religious (Imam Moedjiono, 2002:49). Secara umum telah disebutkan di dalam Al Qur’an, yaitu “sebaik-baik pemimpin adalah merekaa yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (H.R. Muslim).


Tetapi kebanyakan diantara pemimpin dan yang dipimpin berseberangan ditandai dengan banyaknya partai yang pro-kontra dengan kinerja pemerintah atau seorang pemimpin. Sehingga yang terjadi adalah kemunduran politik di Indonesia serta akhir-akhirnya adalah masyarakat yang menjadi sasaran keruhnya visi dan misi suatu partai atau wakil rakyat sekalipun. Bagi partai politik, hendaknya mereka mempunyai kredibilitas yang jelas yang dapat mempengaruhi masyarakat secara umum dikarenakan masyarakat sekarang bisa dikatakan masyarakat yang bukan “merem politik” lagi meskipun mereka belum merasakan “manggung” dipentas politik.
Karena mereka mempunyai pandangan dan bisa menilai mana pemimpin yang baik dan mana pemimpin yang buruk. Meski para calon wakil rakyat semua bertingkah yang bagaimana dan memberikan aplous yang berbentuk apa saja itu tidak mudah mempengaruhi filosofi pemimpin yang tertanam dalam jati diri masyarakat. Pada intinya, masyarakat memilih pemimpin yang bisa memahami situasi dan kondisi serta dalam mengambil keputusan mereka berani bertanggug jawab atas keputusannya.













PROBLEM dan PEMBAHASAN
1.      Pengertian Etika dan Moral

“Perkataanetika juga mempunyai berbagai pengertian. Pengertian biasa digunakan sebagai satu peraturan yang menjadi panduan  hidup manusia. Contoh: ‘etika perubatan’ (medical ethics) –bermaksud suatukode (susunan undang-undang) yang dapat mengatur dan memberikan panduan tingkah laku kepada para doktor dalamperubatan antaramereka danjuga  dengan para pesakit. ‘Etika perniagaan’ (bisuness ethics) adalah suatu kode yang dapat mengatur tindak-tanduk ahli-ahli perniagaan terhadappelanggan, pekerja dan rekan-rekan seperniagaan mereka”(Stroll & R.H. Popkin: Introduction to Philosophy: hal249-251).
Untuk permasalahan nilai di Indonesia saja mengenai mundurnya pengertian nilai bahkan dunia mungkin saja merasakan hal yang sama tentang kemunduran nilai. Ditandai beberapa tahun terakhir sering munculnya kontraversi antarnegara, kesalahpahaman gagasan sering menjadi pokok permasalahan. Tidak kalah lainnya yaitu nilai dan moral para pemimpin. Penting dan sangat mendasar sekali nilai dan moral perlu ditumbuhkembangkan disetiap individu.Mungkin mereka berpikir bertingkah yang baik itu hanyalah suatu kebiasaan transparan jika kita temui di ranah politik. Nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri sekarang merosot tajam. Di dalam dunia perpolitikan etika dan moral semakin carut marut sehingga pelaku politik pun juga amburadul penampilannya. Kita bisa melihat dan merenungkan sejenak, begitu pentingnya nilai dalam hidup kita.
Terutama dalam jiwa seorang pemimpin dituntut agar berjiwa wibawa dan penuh kasih sayang terhadap masyarakat dengan cara memberikan pelayanan sepenuhnya, tidak pilih kasih. Sangat disayangkan jika seorang pemimpin kehilangan citra di mata masyarakat bahkan dunia. Nabi Muhammad junjungan umat islam pun mampu membawa umat islam dari kejahiliyahan menuju ke zaman era seperti zaman sekarang ini penuh dengan berbagai keindahan yang luar biasa. Karena beliau mempunyai kharisma kepemimpinan yang sangat luar biasa. Sebenarnya politik yang diinginkan di Indonesia adalah mencari pemimpin yang baik bukan pintar saja. Dan juga mempunyai charisma dan akhlak yang melekat pada seorang pemimpin akan menjadi nilai plus tersendiri jika masyarakat bisa melihat dengan hati nuraninya.
Ada berbagai contoh yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam karangan ini. Tetapi dari semua contoh yang penulis tangkap adalah rendahnya masyarakat akan pengetahuan tentang nilai dan moral. Tidak jauh-jauh dari konteks kemasyarakatan demokrasi saat ini, pengertian nilai dan moral seakan-akan hilang dimakan politisi yang gemar sesumbar. Artinya, tidak selalu mengedepankan nilai dalam sosialisasi politik. Sebagai contoh, dengan alat media mereka seenaknya saja mengobrak-abrik tatanan sistem politik. Akan tetapi, sistem politik yang ada di Indonesia ini juga kacau bahkan brutal. Akhir-akhir ini, ada beberapa masalah ada jajaran hokum dan para hakim. Kemanakah kode etik yang mereka punya sehingga mereka bisa melakukan hal yang tidak semestinya antara lawan jenis.    Itu pada tingkat hakim dan hukum, satu tingkat diatas pemimpin. Karena, kita tahu dalam ajaran islam menerangkan seburuk-buruknya pengadil adalah perilaku hakim terhadap hukum. Lihat akhir-akhir ini juga terdapat kasus yang melanggar kode etik sebagai hukum. Mereka adalah pengadil para penguasa di Indonesia, para politisi bahkan seorang presiden pun tunduk dengan keputusan hakim. Ironisnya, para ahli hakim tidak dikenakan sanksi yang setimpal atas perbuatan yang tidak harus mereka lakukan semestinya. Itu juga mempengaruhi kelakuan masyarakat pada umumnya, para mediator siap untuk mengupas habis politk, serta berbagai gejolak yang ada di Indonesia tidak terkecuali baik buruknya para penguasa.
Dan ini jelas dapat mempengaruhi elemen di Indonesia. Karena di Indonesia tidak hanya elemen politik saja, tetapi moral, etika, akhlak, dan sebagainya seperti kehidupan beragama pun ikut tercemar. Karena merupakan pilar dan penyambung bagi generasi penerus bangsa kian menipis disebabkan brutalnya perilaku pemimpin saat ini. Kenapa hukum di Indonesia ini harus ada, kalau akhirnya akan menjadi alat bagi yang mengerti hukum untuk melanggarnya? Sungguh sesuatu yang sangat disayangkan oleh perilakukehidupan berpolitik bagi warga negara kita. Ingat! Kita Negara islam terbesar di dunia, bung!

2.      Etika dalam Membangun Negara
Tidak mudah bagi seseorang yang ingin mengubah paradigma kehidupan berpolitik di Indonesia. Tak semudah membalikkan kedua telapak tangan, mungkin peribahasa ini yang tepat jika ditujukan untuk setiap berjiwa pemimpin. Karena di dalam pikiran kita yang ada adalah “bagaimanakah kita mengubah paradigma kehidupan sekarang sesuai dengan hukum dan ajaran agama yang berlaku di Indonesia?”. Untuk membangun suatu negara yang berdaulat haruslah mempunyai akhlak yang baik. Coba pikirkan, bagaimana jika negara kita dalam membangun negara yang berorientasi maju tidak dipimpin oleh pemimpin yang berakhlak. Adakah sesuatu yang bisa mengarahkan ke zaman yang lebih maju lagi jika tidak diiringi dengan akhlak?
Apakah negara kita hanya terdiam seperti ini menyongsong pesta pemilu tanpa akhlak? Tanpa didasari dan dibekali sosialisasi tentang pemilu? Pendidikan politik itu perlu, semestinya politik menjadikan sadar bagi kalangan pelajar. merekalah yang nantinya akan manggung dalam pentas politik. Pemuda yang sangat diharapkan partisipasinya dalam pemilu sekarang setidaknya dapat menjadikan semakin sadarlah wahai pemuda. Bangsa dan Negara ini sangat bergantung dengan para pemudanya. Maka tak ayal jika kita sebagai warga negara harus mempelajari sejarah, kebudayaan serta sistem dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, ini sangat perlu dan terus dikembangkan lagi.
Banyak contoh pemimpin yang memang sukses membawa negaranya maju, bersaing dengan negara lainnya. Tetapi, ada nilai negatifnya juga. Dari sisi nilai dan moral, semakin negara itu maju semakin pula banyak pemberontakan terjadi. Ini mengindikasikan bahwa negara tersebut belumlah maju. Negara yang maju berarti negara yang patuh terhadap hukum-hukum yang diterapkan di wilayahnya.
Serta tidak lupa, kita dapat melihat sisi moral dan etika para pemimpin bangsa. Sungguh menyedihkan jika pemimpin mereka tidak berakhlak. Padahal seperti yang saya tuturkan diatas, pemimpin harus mempunyai kredibiltas perilaku yang ulet tidak mudah dipengaruhi hal-hal yang tidak tahu asal-usulnya. Sehingga dapat mencelakakan negaranya bahkan dirinya sendiri.
Seorang pemimpin juga dituntut dalam membuat keputusan yang bermoral dan pasti. Sebagai contoh direktur dalam mengatasi gentingnya krisis ekonomi yang melanda perusahaannya harus melalui musyawarah dan keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua elemen yang ada di perusahaannya. Sehingga, akan meminimalisir krisis ekonomi atau istilahnya deflasi yang tidak tahu kapan akan selesainya. Begitupun dengan pemimpin Negara, mereka harus mempunyai sifat ulet pada kepemimpinannya dalam menegakkan hukum dan mengarahkan negara kea rah yang lebih baik.
Ada saja yang membuat pemimpin kita terlena dengan kekuasaannya, yaitu mereka lupa dengan kemewahan dunia baru mereka serta janji-janji yang dulu pernah mereka acuhkan kepada masyarakat. Maka dari itu, sebagai masyarakat kita tidak bisa semudah itu dalam menentukan wakil rakyat kita. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kita sebagai masyarakat harus bermusyawarah terlebih dahulu? Terus apa arti slogan bebas, bersih dan jurdil itu? Darimanakah kita memandang suatu keputusan yang telah kita buat dulu? Jawabannya seperti ini kita harus menginstropeksi diri terlebih dahulu dan harus berintelijensi tinggi agar kita dalam memilih pemimpin benar-benar sesuai dengan karakter bangsa kita yang sangat dibutuhkan, memahami situasi moral dan kemakmuran bangsa.
Penting dalam memilih pemimpin kita juga tidak lepas dari kehidupannya sehari-hari, termasuk dalam memberikan inisiatif dalam memecahkan masalah serta dalam hubungan masyarakat sekitar. Perkara yang mudah bagi kita bisa saja menjadi boomerang bagi diri sendiri. Karena masih banyak dari pemimpin yang selalu menganggap masalah di negaranya adalah hal yang tidak harus dipecahkan, dengan anggapan semuanya akan berjalan sesuai perkembangan zaman. Akan menjadi masalah jika kita tidak peka terhadap masalah yang menyambangi kehidupan di sekitar kita.
Seperti tadi, hal sekecil apapun akan membahayakan bagi diri sendiri. Sehingga kita harus terus berinstropeksi diri secara berkala, semisal mengadakan revisi terhadap kinerja diri sendiri itu akan membantu melihat sejauh mana kita berinteraksi dengan lingkungan.
3.      Antusiasme Pemimpin yang Bermoral
Pemimpin sekarang dengan pemimpin yang akan datang selalu berbeda dalam memerintah. Itu dikarenakan beberapa hal seperti kebutuhan pribadi, kelompok dan negara pada umumnya. Menurut Imam Moerdjiono, beliau juga mengutip dari Djamaluddin Ancok (1999) memandang sosok pemimpin berkarakteristik yang mampu memimpin umatnya kearah yang lebih baik lagi dalam era Cyber Society, diantaranya : Visionary thinking; Strategic management; Leadership skill; Effective Communication; Interpersonal communication; Self motivation; and Self management(Imam, 2002:87-90)
Perhatikan penjelasan dari semua karakteristik di atas yang akan penulis uraikan satu persatu.
a)      Visionary Thinking
Setiap pemimpin harus mempunyai visi dan misi yang jelas dan dapat mengembangkan kreativitas yang berinovatif. Mungkin sudah banyak pemimpin kita yang terlanjur duduk di kursi rakyat tapi kenyataannya mereka tidak menjalankan amanah masyarakat yang telah bersusah payah memberikan hak suaranya. Jelas wajib jika seorang pemimpin harus mengemukakan atau mendeklarasikan visi dan misi di depan umum. Tujuannya untuk memberikan berbagai opsi dalam membangun wilayah atau daerah yang mereka tempati serta memajukan dan meningkatkan optimalisasi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Tapi, kita lihat akhir-akhir ini kita tidak melihat bentuk capaian dari satu pemimpin di negeri ini.
b)      Strategic Management
Pemimpin masa depan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan competitive strategy pada Hyper Competitive Era ini. Oleh karenanya, dituntut untuk mampu menerjemahkan strategi kedalam implementasi, dengan mengidentifikasi faktor-faktor penting terkait baik melalui SWOT analisis maupun WOTS UP analisis.

Di samping itu juga dituntut untuk melakukan antisipasi resiko dengan contingency plan atau rencana pengganti sebagai langkah preventif jika menghadapi kendala tak terpecahkan, atau setidak-tidaknya untuk menghindarkan kevakuman (Imam Moerdjiono, 2002:88)
Langkah-langkah ketika pemimpin harus menerapkan strategic management ini adalah pada added value dari waktu ke waktu, dan senantiasa mencermati cost consciousness atau sadar biaya dan perampingan dalam rangka efisiensi (Imam Moerdjiono, 2002:88)
c)      Leadership Skill
Untuk menunjang kesuksesan yang dapat diraih saat berada di dalam oraganisasi, pemimpin dituntut untuk memiliki Leadership skill. Ini dimaksudkan agar berbagai persoalan yang menimpa organisasinya dapat diselesaikan dengan baik, dan tidak muluk-muluk. Begitu banyak masalah kompleks yang sering ditemui di dalam organisasi. Pemimpin dituntut untuk mencari solusi untuk memecahkan masalah. Nah, dalam hal ini bagaimana pemimpin menyikapi serta menanggapinya akan terasa jelas posisi pimpinan yang ia emban. Oleh karena itu, tidak sembarangan dalam memilih pemimpin serta mencari solusi dari suatu permasalahan tidak gampang.
d)     Effective Communication
Pada tingkat ini pemimpin juga diuji kepemimpinannya karena sekali saja salah dalam berbicara akan muncul kesalahpahaman yang berakibat fatal serta mengancam posisinya. Yang harus dikuasai pada bagian ini adalah kecakapan bicara verbal and non verbal communications, agar hubungan komunikasi antarsemua lini dapat terkendali dan berjalan sesuai rencana. Sebagai contoh, jika seorang memerintah bawahan tingkat I (A) bisa saja benar dan mempunyai pandangan yang sama, akan tetapi jika dia menyampaikan kepada tingkat I (B) yang mempunyai pandangan berbeda maka seorang pemimpin benar-benar diuji kepemimpinannya.
e)      Interpersonal Communication
Disamping seorang menguasai effective communication dengan orang lain, pemimpin juga dituntut untuk menguasai interpersonal communication dengan orang lain pula. Hali ini biasanya jika seorang pemimpin mempunyai masalah atau sebaliknya.
Artinya, seorang pemimpin dalam menjalin hubungan komunikasi dengan orang lain itu bisa tetap terjaga dan mempunyai makna serta maksud yang sama baik terhadap setiap lini organisasinya maupun terhadap diri sendiri.di tahap inipun, pemimpin jugadituntut untuk menghargai pendapat orang lain dengan berbagai cara yang dapat ditempuh dengan tujuan, menjalin hubungan kekeluargaan sehingga seperti saudaranya sendiri dan mencari solusi untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
f)       Self Motivation
Sebuah organisasi biasanya tidak akan maju jika pemimpin mereka hanya biasa-biasa saja. Mereka seperti “kurang makan” dalam hal motivasi sebagai makanan pembangkit nutrisi kerja organisasi. Untuk membangkitkan motivasi fungsionaris dan members maka sang pemimpin harus mau bekerja melebihi harapan (beyond the call of duty), berani mengambil resiko, mampu membangkitkan semangat kerja dan dapat menyegarkan suasana kerja dengan sense of humor.
g)      Self Management
Seorang pemimpin yang efektif dalam mengatur atau meng-handle organisasinya akan terlihat jelas dari tingkah lakunya dalam me-manage segala kegiatan yang akan dilakukannya. Karakter seperti ini jarang sekali ditemukan oleh setiap pemimpin masa sekarang dan berharap ada pemimpin berkepribadian lebih baik lagi di masa yang akan datang. Bagaiman cara pemimpin melakukan kegiatan dan mengambil keputusan sampai memberikan motivasi kepada anggotanya akan sangat berpengaruh pada sistem organisasinya. Maka wajib jika sekarang pemimpin harus berkepribadian yang labih baik lagi baik indoor maupun outdoor.

4.      Membangun Negara Berdasarkan Nilai-Nilai Agama
Menurut ajaran agama dan dari beberapa literatur yang membahas kepemimpinan dalam islam dapat dikemukakan beberapa dasar-dasar kepemimpinannya:
a)      Tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim karena bagaimanapun akan mempengaruhi lebih lanjut terhadap kualitas keberagaman rakyat yang dipimpinnya.
b)      Setiap kelompok orang bahkan dalam kelompok lebih dari tiga orang diperlukan adanya pemimpin. Guna mencapai tujuan organisasi, disamping memiliki anggota, juga harus mengangkat pemimpin sebagai penanggungjawab organisasi tersebut.
c)      Pemimpin harus orang yang memiliki keahlian di bidangnya dan kehancuran jika menyerahkan urusan umat kepada seseorang yang bukan ahlinya atau tidak memiliki kemampuan untuk memimpin.
d)     Pemimpin harus bisa diterima (acceptable): mencintai dan dicintai umatnya, mendoakan umat dan didoakan. Bukan sebaliknya dibenci dan membenci, melaknat dan melaknat umat.
e)      Tujuan kepemimpinan dalam islam adalah agar urusan masyarakat dapat bekerja dengan lancar. Ini dapat dilihat dari perilaku nabi ketika menghadapi masalah yang ada dalam masyarakat kemudian beliau mengadakan musyawarah agar kesepakatan bisa tercapai.
f)       Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin hendaklah mengutamakan musyawarah.
Nah, dalam berbagai kehidupan masyarakat kita tentunya menemukan berbagai masalah baik itu perdata maupun pidana, baik menyangkut hukum maupun tidak. Tidak dikatakan demokrasi j\suatu negara jika didalamnya tidak ada sistem musyawarah. (Imam Moerdjiono, 2002:87-90)



5.      Menjadikan Pemimpin yang Berakhlak
Ini merupakan tugas kita, tugas generasi saat ini. Siapa lagi yang akan melayani dan memberikan pengantar pemimpin berakhlak, kalau bukan generasi sekarang. Sangat dibutuhkan pendidikan politik bagi pemuda penerus bangsa. Mereka adalah ujung tombak negara kita di masa yang akan datang. Jadi, sebagai penerus bangsa kita wajib mengenal gejala sosial sebagai ilmu termasuk didalamnya politik serta kepemimpinan yang berkarakter. Pendidikan politik pun menjadi sangat dibutuhkan bagi masyarakat demokrasi saat ini dan etika adalah hal yang paling utama dalam membangun karakter bangsa. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan membangun bangsa tanpa ilmu pengetahuan dan kecakapan etika yang akan dia bangun secara bersamaan dalam rangka membangun bangsa dan negara?
Dalam bukunyaAhmad Tajidin merumuskan moral bahwa “Keadaanyanglahir daripadajiwaseseorangsebagai dayapenggerakkepada wujudnya satu-satuperbuatan, dan perbuatanitu sendiri perlu dilakukandengan  motif yangbaik, berterusan danbukandisebabkanolehdesakanataudorongan emosi”. Dalam hal memipin sebuah organisasi, pemimpin pun hendaknya demikian tidak dipengaruhi oleh ekstern tetapi akan lebih berpengaruh jika intern memberikan motivasi yang tinggi. Karena, sejatinya motivasi ada pada diri kita sendiri-sendiri secara tidak sadar. Ketika kita menceritakan segala hal kepada orang lain, mungkin mereka bisa memberikan penjelasan dan pengarahan tetapi belum tentu memberikan solusi karena teman kita belum tentu mengalami apa yang kita alami.
Pada intinya semua terserah pada karakter seorang pemimpin. Jika pemimpin itu ada pada lingkungan yang baik maka baiklah kepribadiannya.Moral pada era globalisasi ini sangat penting bagi setiap insan berjiwa ksatria dan kepribadian yang budi luhur menjadikan tubuh ini semakin berkembang dan dewasa. Seseorang yang ingin menjadi pemimpin harus paham dan mampu merespons keadaan sekitarnya. setelah tumbuh dewasa kita dituntut untuk peka terhadap situasi dan kondisi masyarakat, problematika masyarakat, kebudayaan masyarakat dan tingkat kesadaran moral, etika dan akhlak menjadikan kita akan lebih berpikir ekstra.



BAB III
PENUTUP

Dalam bagian ini hanya beberapa yang akan penulis persembahkan kepada pembaca. Jika di dalam hati kita tidak punya rasa andap ashormaka musnahlah segala materi rohani yang melekat pada tubuh kita sehingga tidak lagi aka nada pemimpin yang didambakan masyarakat umumnya. Moral dan etika sering kali diartikan sama dan tidak ada perbedaan yang begitu tegas untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara keduanya. Dan keduanya saling melengkapi atas kekurangan dan kelebihan masing-masing. Semuanya akan tertanam dalam diri kita terutama dalam hati nurani serta akal pikiran kita yang berpikir ulang untuk mencari solusi terbaik jika dihadapkan pada suatu permasalahan.
Memang benar tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, pasti ada luputnya dan tidak pernah luput dari keluputannya. Karena itu merupakan sifat kodrati yang telah Tuhan ciptakan kepada makhluk-Nya. Membicarakan persoalanbetul atausalah, benaratau tidak dan apakahyangperlu dibuatatauyangharusditinggalkanterhadap sesuatuperkara dalamsatu-satu keadaan ( Peter Baelz: EthicsandBelief: 1)
Dalam berbagai gejala reformasi dan memasuki era milenium dan global ini penting moral dan etika dikedepankan terlebih dahulu. Maka jangan salah jika ada seorang pemimpin menganggap tugas yang diembannya semata-mata hanya tugas. Akan tetapi, dibalik kepemimpinannya mempunyai maksud yang berbeda pula dari visi dan misi mereka.







DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Edisi revisi: Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Magnis-Suseno, Franz. 2006.Etika Abad ke-20. Yogyakarta:Penerbit Kanisius, 2006
Moedjiono, Imam. 2002.Kepemimpinan dan Keorganisasian. Jakarta: UII Press, 2002
Usman, Fathimah. 1981.Makna Iman Bagi Kehidupan Bangsa Yang Sedang Membangun.Jakarta: Departemen Agama R.I., 1981
Wahana, Paulus. 2004.Nilai Etika Aksiologis Max Scheler. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004.